Sunday, June 21, 2009

Dear (your name here)

flashback (plural: flashbacks)

  1. a dramatic device in which an earlier event is inserted into the normal chronological flow of a narrative
  2. (psychology) a vivid mental image of a past trauma, especially one that recurs
  3. a similar recurrence of the effects of a hallucinogenic drug

saya baru aja search arti kata flashback secara harafiah, dan ini yang muncul waktu saya coba search di Wiktionary. (okay, yang terakhir agak berlebihan, dan kata trauma sepertinya bukan arti yang saya inginkan untuk muncul..) well, kenapa saya bahas flashback? apa karena saya baru mendengar kata itu dan ga tau artinya sampe saya bela-belain nyari artinya di interntet? tentu bukan! saya udah denger kata ini berkali-kali, jauh sebelum saya memutuskan untuk nyari artinya, which means hari ini. saya bahas flashback adalah karena saya baru aja nyadar kalo beberapa hari terakhir ini saya terlalu sering flashback.. yeah, i know thats never been good! at least for me..
jadi, apa yang menyebabkan saya sering flashback akhir-akhir ini? hmm.. to be honest, i dont even know exactly why! mungkin karena akhir-akhir ini saya ga banyak berkegiatan, ditambah dengan pikiran "high school is over, high school is over", ditambah lagi dengan ketakutan berlebihan soal seberapa jauh saya dan teman-teman bakal terpisah, whoa! i hate those thoughts!
and for making it worse, tiba-tiba saya inget sama (ehem!) mantan saya. bukan "inget", tapi inget dalam arti sebenernya. saya tiba-tiba inget sama larangan dia untuk sekolah jauh. saya tiba-tiba inget sama semua lagu yang pernah dia kasih ke saya (dari yang paling aneh sampe yang paling meaningful buat saya pada waktu itu). saya tiba-tiba inget sama betapa sabarnya saya ngadepin dia pada waktu itu. saya tiba-tiba inget sama momen-momen kami ketawa bareng di mobilnya yang lama. saya tiba-tiba inget betapa seringnya kami pergi muter-muter keliling kota sambil nyanyi-nyanyi ga jelas di mobilnya. saya tiba-tiba inget sama semua kejujuran yang pernah dia akuin ke saya, yang setelah saya pikir-pikir sekarang "why didnt i kill him? that was brutally honest!" (well, dia terlalu jujur untuk cerita soal pengalaman tahun baru 2008 nya di Jakarta. or maybe he was out of control for telling that?) saya tiba-tiba inget sama nickname dia untuk saya yang sekarang jadi sering saya gunakan lagi. and i totally remembered when he switched the radio off and said "listening to our voices is much better." hmm.. saya pikir ini semua mungkin karena saya terlalu tenggelam dalam pikiran tentang semua yang bakal saya tinggalin disini kalo saya beneran kuliah disana. yes, all of the things. the people, the friends, the environment and those sort of things.. well, saya bisa jadi sangat melankolis dan emosional waktu flu. *clears throat*
i think i'd much better stop writing about this now. there's no doubt that i could cry if i keep writing this down.. ahh melancholy!